Langsung ke konten utama

Rekam Jejak

“alasan saya menulis karena saya ingin meninggalkan jejak”
Setelah sempat berpikir untuk tak menulis lagi, akhirnya aku seolah mendapat semangat baru dari kata-kata konselor sekaligus blogger itu. Dia beranggapan bahwa tak semua orang bisa mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan melalui kata-kata. Menurutnya, menulis itu hal yang harus tetap dilanjutkan dan terus dikembangkan. Dengan menulis kita bisa melihat rekaman jejak kita dan mempelajarinya kembali ketika kita sudah mulai lupa. Tak hanya itu, menulis juga sebagai salah satu cara melatih kemampuan otak kita tuk berpikir dan mengkombinasikan kata yang telah kita pelajari di masa lalu.
Pun, menulis bisa dijadikan sebagai salah satu media tuk menginspirasi orang lain, meski tak semua orang suka dengan tulisan kita. Selera setiap orang tentu berbeda-beda bukan? Tentu kita tahu bahwa dunia ini sungguh membosankan jika semuanya sama. Maka perbedaan dalam hal apapun sebenarnya wajar saja.
Kritikan, alasan terbesarku yang sempat berniat tuk menghapus blog ini. Aku mendapat kritikan pedas dari temanku sendiri yang memang seleranya berbeda jauh denganku. Dia menganggap blog yang hanya berisi cerita itu sungguh tak berguna. For the first time dapat komentar negatif tentang blog ini setelah sebelumnya aku sering disemangati oleh pengunjung blog agar aku tetap melanjutkan tulisan-tulisanku dan diberikan beberapa saran.
Namun obrolan hari ini menyadarkanku bahwa memang benar, setiap orang berbeda dan aku tak bisa memaksakan semua orang tuk menyukai tulisanku, tapi itu bukan berarti tak ada sama sekali yang mau membacanya ‘kan?
Aku menyukai ini, rekaman jejak hidup seseorang, yang dalam setiap tulisannya tentu mengandung kisah dan kesan tersendiri yang mungkin hanya si penulis yang paham.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mesti Nikah dengan Penghafal Al-Qur'an?

                                                uniqpost.com Suatu waktu saya pernah mendengar pertanyaan begini, “Apakah untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik harus mencari salah satu dari para penghafal Al-Qur’an?” “Apakah seorang hafizh/hafizhah harus dapat pasangan hidup yang hafizh/hafizhah juga?” “Apakah yang dimaksud sekufu dalam pernikahan adalah itu (keduanya sama-sama penghafal Al-Qur’an)?” Karena beberapa pertanyaan itu, saya bersama kawan di asrama akhirnya tergerak juga untuk bertanya pada salah satu Ustadzah kami, beliau adalah ibu asrama di tempat kami tinggal saat ini. Kebetulan, saat kami bertanya perihal itu, bertepatan dengan saat-saat menjelang hari pernikahannya. Lebih kurang, begini beliau menjawab, “Sekufu itu bukan berarti harus selalu sama dalam berbagai hal. Termasuk soal penghafal atau bukan. Sekufu itu bisa d...

Ucapan itu Emang Doa

Gue baru sadar, ternyata apa yang gue bilang di postingan gue yang ke dua (Porsi yang Pas dari-Nya) itu beneran kejadian. Di akhir gue sempat bilang " Sekarang bagi gue swasta atau negeri ga masalah, kembali ke diri masing-masing. Bagaimana kita bisa mengoptimalkan diri kita " . Dari situ, entah kenapa diri gue seolah terpacu untuk mengoptimalkan kemampuan yang gue bisa, kemampuan yang ada dalam diri gue. Ini rasanya lebih bersemangat dibandingkan saat gue SMA dulu. Dan di postingan yang sebelum ini (saat candaan berubah konteks) itu adalah salah satu bumbu dari masa-masa gue yang berusaha (nyolong start) satu langkah lebih dahulu dari temen gue. Sebenarnya niat gue bukan untuk satu langkah lebih dari temen-temen gue (orang lain), tapi satu langkah maju dan lebih baik dari diri gue yang sebelumnya. Kalau sebelumnya gue banyak leha-leha, gue sekarang pengen banget berusaha buat enggak leha-leha lagi. Belum saatnya gue buat santai. Tapi karena saat itu gue lebih tertar...