Langsung ke konten utama

Belum Ada Judul (3)

Bagi sebagian orang, memiliki masa lalu yang tidak baik mungkin cukup memalukan. Bahkan beberapa orang sulit tuk menerima dan menghargai keadaan diri sendiri saat ini. Terkadang rasa penyesalan terlalu besar dan mengalahkan kelapangan hati yang ingin memaafkan diri.

Saat diri dianggap baik oleh orang lain, rasa sulit menerima diri semakin menjadi. Karena kebaikan di mata orang lain inkongruen dengan kenyataan bahwa orang-orang hanya melihat dan menerima sisi baik diri. Terbersit dalam pikir kecurigaan bahwa orang-orang itu akan menjauhi saat tahu keburukan diri.

Namun, masa lalu akan tetap jadi masa lalu. Sesuatu yang sudah terjadi tidaklah bisa diubah. Masa kini dan esok, hiduplah pada masa itu. Saat hati dan diri sudah bisa keluar dari ingatan buruk masa lalu dan lebih menjadikannya sebagai pelajaran (konotasi positif) bukan penyesalan (konotasi negatif), disitulah kelapangan hati bisa menerima diri sepenuhnya.

Indahnya menerima diri bergantung bagaimana cara pandang mata hati memilah dan memilih konotasi positif di masa lalu.


Tapi tetap saja, hati malah merubah kecurigaan menjadi rasa malu saat orang lain memandang baik diri. Karena meskipun sudah menerima dengan kelapangan hati, manusia terkadang selalu ingin yang lebih dan mencari.

Komentar

Posting Komentar

kamu bebas berkomentar di sini

Postingan populer dari blog ini

Ucapan itu Emang Doa

Gue baru sadar, ternyata apa yang gue bilang di postingan gue yang ke dua (Porsi yang Pas dari-Nya) itu beneran kejadian. Di akhir gue sempat bilang " Sekarang bagi gue swasta atau negeri ga masalah, kembali ke diri masing-masing. Bagaimana kita bisa mengoptimalkan diri kita " . Dari situ, entah kenapa diri gue seolah terpacu untuk mengoptimalkan kemampuan yang gue bisa, kemampuan yang ada dalam diri gue. Ini rasanya lebih bersemangat dibandingkan saat gue SMA dulu. Dan di postingan yang sebelum ini (saat candaan berubah konteks) itu adalah salah satu bumbu dari masa-masa gue yang berusaha (nyolong start) satu langkah lebih dahulu dari temen gue. Sebenarnya niat gue bukan untuk satu langkah lebih dari temen-temen gue (orang lain), tapi satu langkah maju dan lebih baik dari diri gue yang sebelumnya. Kalau sebelumnya gue banyak leha-leha, gue sekarang pengen banget berusaha buat enggak leha-leha lagi. Belum saatnya gue buat santai. Tapi karena saat itu gue lebih tertar...

Porsi yang Pas dari-Nya

Gue belum keterima kuliah dimana-mana, bahkan gue udah tiga kali ditolak sama PTN impian gue. Di situ gue ngerasa betapa amat sangat bodohnya gue, saat orang-orang di sekitar gue udah pada hebat, ada yang keterima di PTN impiannya lewat jalur SNMPTN, SBMPTN dan Ujian Mandiri, ada yang Juara OPSI Kabupaten dan lanjut ke tingkat Nasional, ada yang bisa ikut ke Lombok gratis dan ikut Kongres Anak Indonesia di sana, ada yang jadi Duta Anak Jawa Barat, ada yang udah pernah jadi Duta Remaja, ada yang jadi ketua organisasi tingkat kabupaten, ada yang udah pernah ke luar negeri gara-gara prestasinya, ada yang udah jadi pembicara dan sering dipanggil kemana-kemana bahkan sampai ke luar pulau, ada yang ikut organisasi-organisasi internasional dan namanya udah famous banget, dan masih banyak lagi. Sedangkan gue untuk masuk PTN aja ngga bisa. Di situ gue ngerasa diri gue ga ada kelebihannya sama sekali. Malam itu saat pengumuman hasil Seleksi Mandiri Masuk PTN, bener-bener gue berharap gue ba...

Mesti Nikah dengan Penghafal Al-Qur'an?

                                                uniqpost.com Suatu waktu saya pernah mendengar pertanyaan begini, “Apakah untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik harus mencari salah satu dari para penghafal Al-Qur’an?” “Apakah seorang hafizh/hafizhah harus dapat pasangan hidup yang hafizh/hafizhah juga?” “Apakah yang dimaksud sekufu dalam pernikahan adalah itu (keduanya sama-sama penghafal Al-Qur’an)?” Karena beberapa pertanyaan itu, saya bersama kawan di asrama akhirnya tergerak juga untuk bertanya pada salah satu Ustadzah kami, beliau adalah ibu asrama di tempat kami tinggal saat ini. Kebetulan, saat kami bertanya perihal itu, bertepatan dengan saat-saat menjelang hari pernikahannya. Lebih kurang, begini beliau menjawab, “Sekufu itu bukan berarti harus selalu sama dalam berbagai hal. Termasuk soal penghafal atau bukan. Sekufu itu bisa d...