Langsung ke konten utama

Belum Ada Judul (1)

Semakin banyak orang-orang yang sebenarnya hebat tapi hanya bisa jadi lentera. Lentera yang gue maksud yaitu yang bisa memberi penerangan kepada orang lain sedangkan dia sendiri terbakar. Ya, terbakar. Terbakar karena hanya bisa menerangi tanpa berkaca bagaimana keadaan dirinya. Terbakar karena terlalu sibuk menerangi dan mengoreksi orang lain. Padahal dirinya juga harus mengoreksi diri seberapa buruk keadaannya. Gue percaya, orang yang ga pernah sadar akan kesalahan diri sendiri itu bahaya, bahaya parah malah.

Tapi kita juga sebagai makhluk sosial, ga ada salahnya ya untuk saling mengingatkan, tanpa lupa untuk tetap mengoreksi diri kita sendiri dan berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi ya guys.

Seberapa hebat pun seseorang tapi tak pernah berkaca, itu sia-sia. Tapi seberapa rendah pun ilmu, jabatan, ataupun kehebatan seseorang, kalau dia pandai mengkoreksi diri, its better guys.

Jadi buat temen-temen pengunjung blog gue, mari pandai-pandai berkaca, belajar mengakui kesalahan, belajar untuk terus lebih baik lagi. Hidup itu proses belajar guys, jangan merasa puas dengan diri kita yang sekarang, ketika kita merasa puas dengan keberhasilan yang kita dapat sekarang, kita bakal ketinggalan jauh sama orang yang terus berusaha memperbaiki hidupnya.


Sorry ya untuk postingan gue yang masih rada-rada ga nyambung juga hehe, setidaknya kita saling belajar. Gue belajar jadi blogger yang baik, dan temen-temen belajar memahami postingan yang sedikit rada-rada ga nyambung ini haha, thanks guys dan sampai ketemu di postingan berikutnyaaa ;)

Komentar

Posting Komentar

kamu bebas berkomentar di sini

Postingan populer dari blog ini

Ucapan itu Emang Doa

Gue baru sadar, ternyata apa yang gue bilang di postingan gue yang ke dua (Porsi yang Pas dari-Nya) itu beneran kejadian. Di akhir gue sempat bilang " Sekarang bagi gue swasta atau negeri ga masalah, kembali ke diri masing-masing. Bagaimana kita bisa mengoptimalkan diri kita " . Dari situ, entah kenapa diri gue seolah terpacu untuk mengoptimalkan kemampuan yang gue bisa, kemampuan yang ada dalam diri gue. Ini rasanya lebih bersemangat dibandingkan saat gue SMA dulu. Dan di postingan yang sebelum ini (saat candaan berubah konteks) itu adalah salah satu bumbu dari masa-masa gue yang berusaha (nyolong start) satu langkah lebih dahulu dari temen gue. Sebenarnya niat gue bukan untuk satu langkah lebih dari temen-temen gue (orang lain), tapi satu langkah maju dan lebih baik dari diri gue yang sebelumnya. Kalau sebelumnya gue banyak leha-leha, gue sekarang pengen banget berusaha buat enggak leha-leha lagi. Belum saatnya gue buat santai. Tapi karena saat itu gue lebih tertar...

Porsi yang Pas dari-Nya

Gue belum keterima kuliah dimana-mana, bahkan gue udah tiga kali ditolak sama PTN impian gue. Di situ gue ngerasa betapa amat sangat bodohnya gue, saat orang-orang di sekitar gue udah pada hebat, ada yang keterima di PTN impiannya lewat jalur SNMPTN, SBMPTN dan Ujian Mandiri, ada yang Juara OPSI Kabupaten dan lanjut ke tingkat Nasional, ada yang bisa ikut ke Lombok gratis dan ikut Kongres Anak Indonesia di sana, ada yang jadi Duta Anak Jawa Barat, ada yang udah pernah jadi Duta Remaja, ada yang jadi ketua organisasi tingkat kabupaten, ada yang udah pernah ke luar negeri gara-gara prestasinya, ada yang udah jadi pembicara dan sering dipanggil kemana-kemana bahkan sampai ke luar pulau, ada yang ikut organisasi-organisasi internasional dan namanya udah famous banget, dan masih banyak lagi. Sedangkan gue untuk masuk PTN aja ngga bisa. Di situ gue ngerasa diri gue ga ada kelebihannya sama sekali. Malam itu saat pengumuman hasil Seleksi Mandiri Masuk PTN, bener-bener gue berharap gue ba...

Mesti Nikah dengan Penghafal Al-Qur'an?

                                                uniqpost.com Suatu waktu saya pernah mendengar pertanyaan begini, “Apakah untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik harus mencari salah satu dari para penghafal Al-Qur’an?” “Apakah seorang hafizh/hafizhah harus dapat pasangan hidup yang hafizh/hafizhah juga?” “Apakah yang dimaksud sekufu dalam pernikahan adalah itu (keduanya sama-sama penghafal Al-Qur’an)?” Karena beberapa pertanyaan itu, saya bersama kawan di asrama akhirnya tergerak juga untuk bertanya pada salah satu Ustadzah kami, beliau adalah ibu asrama di tempat kami tinggal saat ini. Kebetulan, saat kami bertanya perihal itu, bertepatan dengan saat-saat menjelang hari pernikahannya. Lebih kurang, begini beliau menjawab, “Sekufu itu bukan berarti harus selalu sama dalam berbagai hal. Termasuk soal penghafal atau bukan. Sekufu itu bisa d...