Langsung ke konten utama

Berbicara Menikah


Banyak yang alergi membicarakan ini, termasuk mereka yang lahir di tahun 90-98an (yang masih menjomblo). Orang-orang yang alergi itu biasanya yang menganggap kalau menikah itu “hanya tentang penyaluran hasrat”, jadi yang membicarakannya terkesan orang yang ganjen.

SALAH BESAR.

Berbicara menikah gak sekedar tentang itu, tapi jauh lebih luas.
Berbicara menikah berarti berbicara tentang bagaimana generasi masa depan nantinya. Apa hubungannya? Ya jelas ada hubungannya banget.

Ini bukan pembelaan ya. Tapi coba kita pikirkan lagi, kalau kita gak pernah membicarakan menikah, apakah kita akan belajar tentang parenting, komunikasi keluarga yang efektif, perkembangan anak, expert mommy and daddy, dan segala macam terkait kehidupan keluarga? Sepertinya tidak.

Hanya karena menikah menjadi salah satu tujuan yang akan dicapai, orang-orang mulai belajar tentang hal-hal yang menunjang keberlangsungan kehidupan keluarga yang baik. Tapi sayang banget, masih banyak juga yang gak peka sama hal-hal ini.

Lalu muncul pertanyaan, “kenapa sih put, suka banget ngebahas nikah dan persoalan tentang kehidupan keluarga?”

Berawal dari kemirisan dan kegelisahan melihat anak-anak jaman now. Temen-temen sadar juga kan kalau pergeseran dari anak-anak lahiran 90an ke anak-anak yang lahiran tahun 2000an, itu jauh banget? anak-anak kecil yang sudah mulai kenal gadget beserta segala macamnya (dalam konotasi negatif);  anak SD sudah tahu pacaran; anak SD mengendarai motor dengan bebas di jalanan, padahal secara struktur otaknya belum memadai karena frontal korteks belum berkembang secara utuh; pacaran yang sudah dianggap biasa, padahal efeknya bisa bawa orang tua ke neraka; gede dikit, anak SMP misalnya, malu kalau mau ngaji; sudah bisa pacaran tapi baca Al-Qur’an masih terbata-bata; anak SD sudah bisa merokok; anak SMP bisa menjadi salah satu pelaku dalam kasus perkosaan; anak SMA sudah bisa membunuh dan melakukan kejahatan;  bahkan yang paling mencengangkan, berita terbaru di bulan ini yang aku lihat beberapa hari yang lalu, anak SD bisa menghamili anak SMP, yang usianya masih dibawah 15 tahun; astagfirullaah...

Sedih gak? Aku sih sedih.

Mau jadi apa anak jaman nanti kalau anak jaman now-nya seperti itu?
Sedangkan yang aku lihat, salah satu akar dari penyebab terbesar terjadinya hal itu adalah kesalahan yang dibuat orang tua dalam pola asuhnya. Tahun-tahun awal anak adalah tahun-tahun yang sangat penting, setidaknya dalam 5 tahun pertama. Karena disitu dasar untuk anak bisa belajar bagaimana menentukan keputusan, mengembangkan rasa mandiri, kedewasaan pemikiran, kepercayaan diri, mengetahui positif-negatif dirinya, percaya pada kemampuan yang dimilikinya, dan masih banyak lagi. (penjelasan hubungannya, akan dibahas di postingan selanjutnya; kalau gak mager wkwk)
Nah, selama 5 tahun pertama itu kan anak pasti akan lebih sering berinteraksi dengan orang tuanya. Makanya penting banget pengetahuan tentang parenting dan perkembangan anak.

Jadi masih mikir berkali-kali untuk “berbicara menikah”?

Semoga kita sama-sama bisa sadar dan peduli akan masa depan anak-anak kita nanti. Mereka berhak untuk lahir dari orang tua yang hebat. Selamat belajar tentang menikah 😊
Kamu yang belum ada rencana mau menikah kapan, gak masalah, belajar dan mempersiapkannya dari sekarang akan lebih baik kan? Jadi bisa lebih matang. Siapa tahu jodohnya datang tiba-tiba tanpa direncanakan, ya kan? Hehe

Jangan lupa aktifkan notifikasi untuk postingan berikutnya yaaa 😉
Nanti, kita akan mengupas satu-satu perihal kehidupan keluarga (kalau gak mager lagi haha)


*Bersumber dari teori yang dipelajari dalam Psikologi dan analisis kehidupan keluarga pribadi serta keluarga orang-orang terdekat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ucapan itu Emang Doa

Gue baru sadar, ternyata apa yang gue bilang di postingan gue yang ke dua (Porsi yang Pas dari-Nya) itu beneran kejadian. Di akhir gue sempat bilang " Sekarang bagi gue swasta atau negeri ga masalah, kembali ke diri masing-masing. Bagaimana kita bisa mengoptimalkan diri kita " . Dari situ, entah kenapa diri gue seolah terpacu untuk mengoptimalkan kemampuan yang gue bisa, kemampuan yang ada dalam diri gue. Ini rasanya lebih bersemangat dibandingkan saat gue SMA dulu. Dan di postingan yang sebelum ini (saat candaan berubah konteks) itu adalah salah satu bumbu dari masa-masa gue yang berusaha (nyolong start) satu langkah lebih dahulu dari temen gue. Sebenarnya niat gue bukan untuk satu langkah lebih dari temen-temen gue (orang lain), tapi satu langkah maju dan lebih baik dari diri gue yang sebelumnya. Kalau sebelumnya gue banyak leha-leha, gue sekarang pengen banget berusaha buat enggak leha-leha lagi. Belum saatnya gue buat santai. Tapi karena saat itu gue lebih tertar...

Porsi yang Pas dari-Nya

Gue belum keterima kuliah dimana-mana, bahkan gue udah tiga kali ditolak sama PTN impian gue. Di situ gue ngerasa betapa amat sangat bodohnya gue, saat orang-orang di sekitar gue udah pada hebat, ada yang keterima di PTN impiannya lewat jalur SNMPTN, SBMPTN dan Ujian Mandiri, ada yang Juara OPSI Kabupaten dan lanjut ke tingkat Nasional, ada yang bisa ikut ke Lombok gratis dan ikut Kongres Anak Indonesia di sana, ada yang jadi Duta Anak Jawa Barat, ada yang udah pernah jadi Duta Remaja, ada yang jadi ketua organisasi tingkat kabupaten, ada yang udah pernah ke luar negeri gara-gara prestasinya, ada yang udah jadi pembicara dan sering dipanggil kemana-kemana bahkan sampai ke luar pulau, ada yang ikut organisasi-organisasi internasional dan namanya udah famous banget, dan masih banyak lagi. Sedangkan gue untuk masuk PTN aja ngga bisa. Di situ gue ngerasa diri gue ga ada kelebihannya sama sekali. Malam itu saat pengumuman hasil Seleksi Mandiri Masuk PTN, bener-bener gue berharap gue ba...

Mesti Nikah dengan Penghafal Al-Qur'an?

                                                uniqpost.com Suatu waktu saya pernah mendengar pertanyaan begini, “Apakah untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik harus mencari salah satu dari para penghafal Al-Qur’an?” “Apakah seorang hafizh/hafizhah harus dapat pasangan hidup yang hafizh/hafizhah juga?” “Apakah yang dimaksud sekufu dalam pernikahan adalah itu (keduanya sama-sama penghafal Al-Qur’an)?” Karena beberapa pertanyaan itu, saya bersama kawan di asrama akhirnya tergerak juga untuk bertanya pada salah satu Ustadzah kami, beliau adalah ibu asrama di tempat kami tinggal saat ini. Kebetulan, saat kami bertanya perihal itu, bertepatan dengan saat-saat menjelang hari pernikahannya. Lebih kurang, begini beliau menjawab, “Sekufu itu bukan berarti harus selalu sama dalam berbagai hal. Termasuk soal penghafal atau bukan. Sekufu itu bisa d...